Terik mentari menyinari bumi. Entah sudah berapa lama aku berdiri di sini. Menatapnya, dengan nanar. Ingin rasanya aku menumpahkan semua air mataku yang tertahan. Hampir setiap malam, aku mengisinya. Air mataku tumpah hanya untuknya. Untuknya yang tidak mungkin bisa kembali padaku. Sampai kapanpun tidak bisa. Aku tidak mengharapkannya kembali kepadaku. Aku juga tidak mengharapkan ia menjadi pemilik hatiku lagi. Aku kecewa padanya. Aku, memandang setiap lekuk wajahnya dari tempatku berdiri sekarang. Meski sangat jauh dirinya berada, aku masih dapat melihatnya dengan jelas. Ia tampan, baik, cool, apa lagi yang kurang? Aku tersenyum melihatnya yang juga tersenyum. Meskipun sakit itu masih terasa di hatiku. Sejujurnya, aku menyalahkan dirinya. Menyalahkan dirinya yang tidak menghargai tulusnya cintaku kepadanya. Setiap perhatian yang aku curahkan padanya, setiap lagu yang aku nyanyikan untuknya saat kami memulai percakapan di telefon. Apa aku salah terlalu mencintainya? Aku tidak bisa melupakan dirinya. Hingga saat ini. Bulan ke dua putusnya kami. Kisah cinta kami, yang terukir sangat harmonis untukku. Tapi tidak
untuknya.