Permintaan Takdir -Part 6-

Sabtu, 05 November 2011

Mendapatkan berarti kehilangan, kehilangan berarti mendapatkan. - Kingdom Heart -

***


Dalam hati Alvin bosan, berapa lama lagi cidera yang dimilikinya akan sembuh? Detik demi detik berlalu, kemudian terlewat begitu saja. Tidak ada yang special di rumah ini, kecuali di kamarnya. Satu-satunya kamar kelewat special yang ada di rumah ini.

Full of art. Itulah julukan untuk kamarnya. Tidak seperti kamar Rio yang kosong melompong. Kalaupun ada, hanya poster dari band atau penyanyi favorite-nya saja. Atau ukiran-ukiran asli dari Jepang yang menurut Alvin, tidak bermutu.

Selama tidak ada yang mengetahui isi dibalik lukisan-lukisannya, dan tidak ada seorang pun yang tahu bahwa sebenarnya lukisan itu adalah lukisan enam dimensi. Hanya sahabatnya yang tahu, yang ia tinggalkan enam tahun lalu.

* (Flashback)

Seorang perempuan labil, duduk di bawah pohon rindang dekat sekolahnya. Ditemani es jeruk yang es-nya kini mulai mencair, terlalu lama di diamkan oleh pemiliknya.

Masa-masa seperti ini, kelas 6 sd semester pertama, memang saat yang tepat untuk belajar. Mengingat sebentar lagi UASBN. Impian terbesarnya, berada di SMP yang favorite di kotanya, dan SMA Negeri terpopuler di sana.

Ketika pelajaran yang diujikan hanya ada 3, perempuan cilik ini begitu semangat mempelajari semuanya. Seakan impiannya sudah ada di depan mata, maka tidak ada satu kesempatan pun terlewatkan.

“Nay!” panggil sahabatnya, berlari dari kejauhan. Menghampirinya, kemudian duduk di sampingnya.

“Nay?? Namaku kan…”

“Ssstt!! Anay, panggilan aku buat kamu.” tandasnya cepat. Menghiraukan raut wajah Anay –panggilannya untuk perempuan ini-, yang bingung.

“Anay? Apaan tuh??” tanya-nya sambil mengerutkan kening.

“Anak Lebay!” jawab pemuda cilik tadi lalu menjulurkan lidahnya. Anay sendiri menonjok pelan bahu sahabatnya ini.

“Apaan sih! Orang aku gak lebay juga!!” sunggutnya kemudian menggembungkan pipi. Pemuda cilik tadi menjawil gemas pipi Anay.

“Tuh kan, gitu kan.. itu namanya Lebay taauu!!” katanya diakhiri dengan tawa renyah. Sedetik setelah itu, mereka terdiam. Seperti berbicara dari hati ke hati, yang dikirim oleh angin.

Tanpa disadari, keheningan terjadi karena Anay juga sedang memikirkan panggilan yang cocok untuk sahabatnya.

“Hufftt… curang aahh!!” tukasnya masih menggembungkan pipi. Pemuda cilik tadi menoleh, lalu mengerutkan keningnya.

“Apanya yang curang?” Anay tidak menjawab. Mungkin marah karena menganggap sahabatnya curang.

“Masa kamu manggil aku Anay, tapi aku nggak punya panggilan buat kamu!!” jawabnya kesal. Pemuda cilik itu merangkul Anay, seakan menjelaskan bahwa itu hanya sebuah permainan. Tidak apa jika Anay tidak berpartisipasi dalam permainan ini.

“Kamu bisa panggil aku Ata?” usul pemuda cilik tadi, Anay berpikir sejenak, kemudian mengangguk setuju. Brilian sekali Ata ini.

“Itu apa, Ta?” Anay menunjuk sebuah gulungan kertas tebal yang sedari tadi di genggam Ata. Pemuda ini mengerti, lalu membuka gulungan kertas tersebut. Menunjukkannya pada Anay, kini ia sedang terkagum-kagum melihat isinya.
“Itu kamu yang buat, Ta?” tanyanya lagi. Ata hanya mengangguk, senang jika Anay ternyata suka.

Lukisan pemandangan bukit tinggi yang amat terlihat asli tersebut terpampang. Sebuah sawah di bawah bukit terlukis dengan rapid an tampak nyata. Di dekat sawah ada sebuah saung kecil, dan rumah-rumah warga.

Pertunjukkan tidak berakhir disana. Masih ada lagi. Ata mengeluarkan sebuah lampu neon panjang, yang cahaya-nya berwarna biru keungu-unguan. Lalu di nyalakannya lampu neon tersebut.

Di atas bukit tersebut, terlihat dua muda-mudi saling berpelukan. Seperti melepas kerinduan. Sedangkan saung tadi, terlihat beberapa petani sedang melepas lelah.

Anay tampak bingung, dimatikannya lampu neon tersebut oleh Ata. Lalu ia menggulung lagi kertas tadi.

“Itu namanya lukisan enam dimensi,” jelas Ata seakan menebak isi kepala Anay.

“Keren banget!!” tukas Anay masih terpukau. Ata hanya tersenyum simpul, kemudian ia memberikan gulungan kertas tersebut ke arah Anay.

“Cuma kamu yang tahu, kalau aku bisa buat karya enam dimensi. Itu buat kamu, jaga baik-baik ya. Suatu saat aku bakal cari kamu untuk minta kembali lukisan itu,” ucapnya dramatis. Anay hanya menganggukan kepalanya, meski ada beberapa bagian kalimat yang tidak ia mengerti.

“Tuh kan, Ata curang lagi !!” sunggut Anay lalu memajukan bibirnya. Ata mengernyit, tidak mengerti.

“Apa lagi, Nay?” tanya Ata lucu. Anay masih memajukan bibirnya, Ata terlalu baik.

“Ata ngasih lukisan, tapi Anay nggak ngasih apa-apa. Curaaanngg!” erang Anay kemudian melipat kedua tangannya di depan dada. Ata tertawa renyah, lalu melepas bandana yang melingkar di leher Anay.

“Ata mau ini, boleh?” dengan cepat Anay mengangguk.

Hanya itu, setidaknya yang terjadi hari ini. Kedua manusia yang saling bertukar benda miliknya, entah karena apa. Hanya Ata dan Tuhan yang tahu.

* (Flashback end)

Impian Anay adalah bersekolah di SMA Negeri terpopuler di kotanya. Maka dari itu, ia memilih SMAN 70 sebagai sekolahnya kelak. Alvin tahu Anay anak yang rajin dan cerdas. Pasti Anay dapat mewujudkan impiannya.

Tidak sampai di sana, sehari setelahnya, musim kalung berbandul bintang dan bulan mencapai puncak. Sebagai anak murid yang belum dewasa, dan masih norak dalam menentukan sesuatu, Anay membelinya.

Hanya berbandul bulan, tidak ada lagi selain bandul tersebut. Tapi saat itu juga Ata menghampirinya, memberinya bandul berbentuk love yang sangat jarang di temukan. Atau mungkin hanya ada satu.

Masih banyak kenangan yang tersimpan dalam memori otak Alvin. Dan kenangan itu tidak mungkin dilupakan. Sekeras apapun orang-orang memberitahunya, ia akan terus menunggu Anay. Anay yang baik hati, Anay yang ceria, bahkan Anay yang lebay sekalipun masih ditunggunya.

***

Seburuk apa pun kondisinya, separah apa pun sakit yang di deritanya, atau sesibuk apa pun jadwalnya, ia akan terus mengikuti kompetisi Sejarah. Harus. Ya, harus!

Dalam waktu dekat ini, Ify terus-menerus belajar Sejarah tanpa henti. Bahkan hingga malam hari. Inilah yang menyebabkan kondisi fisiknya menurun, menurun drastis malah. Ify sakit.

Sakit biasa sebenarnya, hanya demam. Tapi sakit seringan itu pun bisa membuyarkan hapalan Sejarah yang tertanam di kepala Ify sejak beberapa hari yang lalu.

“Fy, lo nggak apa-apa? Muka lo pucet gitu..” tanya Zahra, yang jarak duduknya hanya tiga jengkal dari bangku Ify. (Diasumsikan tempat duduknya yang seperti di Universitas itu loh)

“Nggak kok Ra.. gue baik-baik aja.” Ify berusaha tersenyum, meski terlihat dari nada bicaranya yang pelan dan sedikit bindeng. Zahra menghela nafas, kesal dengan sikap Ify yang sok kuat.

“Mendingan lo ke UKS aja Fy. Nanti tambah parah itu sakitnya!!” imbau Zahra peduli. Karena Laboratorium IPA ini ber-AC, akan sangat berbahaya jika Ify terus berada disini. Selain kemungkinan besarnya, Ify bakal tambah parah, penyakitnya juga bisa menular.

“Enggak usah deh. Gue mau ke koperasi aja. Mau beli tissue,” kata Ify lalu meminta izin dan keluar.

Seperti yang dikatakan Ify tadi, niatnya ia akan membeli tissue ke koperasi. Ify memang keras kepala, susah untuk diajak kompromi. Apalagi menyangkut pembelajarannya di sekolah ini.

Sekali pun Ify seorang super hero, pasti bisa sakit juga kan? Tidak perlu sok kuat, jika memang sebenarnya tidak kuat. Justru akan menyiksa diri sendiri. dan di tengah perjalanan, tepat diantara koperasi dan cafetaria sekolahnya, Ify ambruk.

***

Rio baru saja kembali dari ruang musik setelah sebelumnya di umumkan bahwa ia harus kesana untuk penyelarasan genre suaranya dengan genre suara Shilla.

Jarak antara ruang musik dan kelasnya teramat sangat, kelewat jauh. Maka ia harus melewati kelas XII IA5, XII IA4, XII IA3, XII IA2 dan koperasi. Jauh di depan mata, terlihat seorang perempuan yang Rio yakini, tengah berusaha menahan limbung tubuhnya.

Rio memperhatikan perempuan itu lekat-lekat, agar tidak salah orang. Sedetik kemudian, perempuan itu ambruk. Dengan sigap Rio menghampirinya, merengkuhnya hingga akhirnya menggendongnya ke UKS.

Tidak peduli sejauh apa jarak UKS dari koperasi. Rio masih menggendong perempuan ini, menemaninya hingga tersadar.

“Badannya panas banget. Pasti lagi sakit,” gumam Rio lalu mengambil obat demam dari dalam kotak P3K.

“Ummhh…” perempuan ini terbangun, Ify, ia menyandarkan tubuhnya ke kepala kasur. Ya Tuhan, pening sekali.

“Kalo lagi sakit, nggak usah masuk. Kasian tuh badannya dipaksa-paksa gitu,” ucap Rio kemudian meletakkan obat tersebut dan segelas air putih di meja dekat kasur. Ify memandangi Rio heran, ia sudah tahu pasti Rio yang membawanya. Masa iya, Ify pingsan dibawa Cakka, terus dateng-dateng jadi Rio?

“Tadi malem nggak kenapa-napa kok padahal…” ucap Ify lalu meneguk air putihnya. Rio tertawa renyah, kemudian membantu Ify membuka bungkusan obat demam yang tadi diambil Rio.

“Sakit kan bisa kapan aja,” tandas Rio lalu memberikan obat itu untuk diminum Ify, pujaan hatinya. Yang bahkan Rio ketahui, namanya adalah Ashilla. Karena baju batik sialan yang dipakai seluruh siswa/siswi FIS, dan tidak diharuskan memakaikan name tag di dada sebelah kanan.

“I.. iya sih…” Ify menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sementara Rio tersenyum manis. Tuhan… Ify merutuk. Tampan sekali pemuda di hadapannya ini.

“Pusing ya?” tanya Rio kelewat perhatian. Ify menganga, kembali merutuk. Ternyata selain tampan, Rio juga perhatian.

Tanpa Rio dan Ify ketahui, sang euroforia tengah berada di antara mereka. Menyelusupkan beberapa keajaiban euroforia ke dalam naskah ini. Mereka harus bisa memainkan lakon mereka, sesuai alurnya.

Rio sontak menekan punggung tangannya ke dahi Ify. Panas banget, batin Rio mulai khawatir. Sedangkan Ify, dengan kesenangan yang tidak kentara, hanya bisa terdiam. Mengamati setiap lekuk wajah makhluk ciptaan Tuhan di depannya ini.

“Panas banget…” kata Rio, kemudian menarik kembali tangannya. Ify hanya tersenyum masam, tidak ingin berkata-kata lagi. Segini saja, telah melambungkan harapannya kelewat jauh. Bagaimana selanjutnya?

“Besok nggak usah sekolah, nanti malah tambah parah. Kan nanti gue jadi pasangan lo, nanti kalo lo sakit, terus nggak bisa dateng, kan bisa runyam.

“Mendingan lo istirahat, jangan terlalu larut tidurnya. Bayangin kalo kita ada diatas panggung sama-sama, terus megang piala yang ukurannya kelewat gede itu. Bangga kan?” ucap Rio panjang lebar. Kemudian berjalan ke pintu UKS. Membukanya dan bersiap pergi. Namun sebelum itu…

“Take care ya, Cantik. Bye,” dan.. ceklek.. pintu pun tertutup rapat. Meninggalkan aroma khas Rio, campuran parfum teh hijau murni dengan aroma kayu putih.

Ify terkesima menatap kepergian Rio. Terngiang kembali perkataan Rio barusan, ‘bayangin kalo kita ada diatas panggung sama-sama, terus megang piala yang ukurannya kelewat gede itu. Bangga kan?’

Beh… bukan bangga lagi! Seneng setengah mati! Apalagi bersama Rio. Jiwanya serasa melayang dibawa euroforia. Dan tak lama, Ify serasa lebih hidup dan lompat-lompat sendiri di lantai, saking senengnya.

Tanpa disadari, ada hati yang hancur. Bagai kaca yang terhempas ke dinding, kemudian jatuh, berserakan dimana-mana. Nelangsa. Hari ini adalah hari paling nelangsanya.

***

Shilla merenggut kesal, sebal dan marah yang tidak kentara. Ia tidak mood masuk kelas sekarang. Dalam jarak yang jauh ini, Shilla dapat melihat ketika Rio membawa Ify ke ruang UKS. Ya Tuhan, cobaan apalagi ini ?

Sambil mengendap-endap, Shilla mengintip lewat sela-sela jendela UKS. Dan adegan itu menyakitkan Shilla. Ya Tuhan… jangan biarkan air mata ini jatuh, katanya merapal dalam doa.

Ia pun pergi, sepersekian detik sebelum Rio keluar dari UKS. Mengucap kata-kata sedikit romantis, dan Ify yang kelewat senang.

Shilla berjalan ke kamar mandi, mengunci dirinya di salah satu toilet. Nelangsaa! Rutuknya geram.

“Ify, Rio, Ify, Rio…” gumam Shilla kemudian terduduk lemas. Menekuk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya.

“ARGGHH!!” geram Shilla. Ia lalu menendang-nendang tembok, menendang apa saja yang ada di dekatnya.

Air dalam ember, tak ada satupun tersisa. Semuanya meluncur deras keluar toilet yang didiami Shilla. Tissue dalam toilet yang dipakai Shilla pun jatuh berserakan. Toilet itu menjadi gaduh.

Tanpa disadari, beberapa murid FIS telah bergemuruh di luar toilet. Melihat siapa yang melakukan hal ini. Beberapa guru pun telah stand by, penasaran. Selain penasaran, fasilitas sekolah juga jadi terganggu.

Tak lama, tak ada lagi suara gaduh tersebut dalam toilet. Hanya ada suara kran yang menyala, dan sedetik kemudian, keluarlah Shilla. Dengan tatapan paling mengerikannya.

Semua memandang takut-takut. Tapi setelah melihat air muka Shilla yang sepertinya menahan tangis, tatapan yang tadinya menyeramkan berubah menjadi kekecewaan yang mendalam.

“Minggir..” ucapnya ketus. Anak di depannya tak bergeming, tetap memandang Shilla iba.

“MINGGIR!!” teriaknya lagi, tapi anak tadi tetap diam. Malah hampir mengeluarkan air matanya. Iba melihat Shilla.

“Denger ya, gue nggak butuh di kasianin! Lo nggak usah sok simpati gitu sama gue..” kata Shilla ketus, lalu dengan sengaja menyenggol bahu anak tadi.

Semua diam. Tertegun. Kemana Shilla yang dulu selalu cuek ? dan entah kenapa… pesonanya menguap begitu saja.. dalam tiap helaan nafas, dan tiap detik-detik yang terlewatkan.

Sepasang mata memandangnya sinis, lalu menyunggingkan senyumannya. Semua berjalan dengan teramat lancer. Meski tadinya ia iba juga melihat Shilla. Tapi sepertinya, ia sudah diperdaya oleh ‘dendam kesumat’.

***

Lusa adalah hari ulang tahun Ify. Tak terasa, waktu terlewat begitu saja. Ify mengundang seluruh anak di kelasnya, dan beberapa anak murid lainnya yang ia kenal di kelas lain.

Sayangnya, undangan itu datang sebelum Rio masuk ke dalam kehidupan seluruh siswa/i FIS. Jadi, apa mungkin Ify akan mengundang Rio nanti ?

Hanya waktu yang bisa menjawab.

Baiklah, lupakan soal waktu.. persetan dengan semuanya! Shilla melihat keluar jendela. Belum waktunya pulang sekolah, sebenarnya. Tapi khusus untuk Shilla, guru-guru ternyata juga ikut tunduk kepadanya.

“Misi ..” Shilla menoleh, suaranya yang cukup familiar. Pengamen itu lagi toh. Yang telah berhasil membuatnya merutuk dalam-dalam. Soal sahabat. Apa lagi sekarang?

“Tuhan, tolong aku.. ku tak dapat menahan rasa di dadaku.
 Ingin aku memiliki, namun dia ada yang punya.
 Tuhan, bantu aku.. ternyata dia kekasih sahabatku.
 Entah apa yang, harus ku katakan.. hatiku bimbang, jadi tak menentu..”

Shilla tertegun. Menatapi pengamen tersebut. Bukan lagu yang cocok sebenarnya, meski ada beberapa bagian yang menyebutkan kebenaran. Meski hanya sedikit.

Pertama, ‘Ingin aku memiliki.’ Benar! Nyatanya ia memang ingin memiliki, walau belum 100% yakin.

Kedua, ‘Dia ada yang punya.’ belum benar juga. Sepertinya Rio belum ada yang punya. Bukan begitu?

Ketiga, ‘Ternyata dia kekasih sahabatku’. tidak sama sekali benar! Rio belum menjadi kekasih siapa pun. Siapa sahabatku? ify? Hah! Ngarep dia! batin Shilla, lalu tersenyum sarkatis.

“Makasih ..” ucap pengamen tersebut, kemudian turun dan kembali menjumpai sesamanya (re : pengamen).

Saking tertegunnya Shilla, hingga ia pun tak sadar, bus way yang ditumpanginya telah jauh melaju melewati perumahannya.

“Kiri pak!! Kiri kiri!” teriak Shilla panik. Kendaraan sejuta umat itu pun berhenti. Dengan tarif, jauh dekat 2000, Shilla memberikan 5000 rupiah. Tak perlu dikembalikan pula.

“Neng, kembaliannya!!” ucap kondektur bus way tersebut. Shilla tetap berlari, melangkah jauh.

“NGGAK USAH PAK!” teriak Shilla masih berlari.

Bukan masalah jauhnya, atau apa pun sejenisnya. Hari ini siang, banyak copet berkeliaran. Apalagi, maraknya kasus human trafficking di Indonesia. Dan lain sebagainya.

Shilla berlari, lelah juga sebenarnya. Namun anak-anak ‘PUNK’ banyak berkeliaran di jalan. Banyak juga yang melihat Shilla dengan pandangan gue-mau-dia.

Meskipun Shilla jago karate, atau dapat menatap tajam hingga siswa/i FIS bergidik ngeri. Mana ada anak PUNK ngeri ditatap begitu. Ada juga, malah mau. Ckck

Akhirnya, Shilla masuk ke perumahan Horizon. Dengan wajah bermandikan peluh, baju yang basah, dan rambut kuncir kuda yang lepek. Badan yang kelewat lelah, Shilla melangkah masuk.

Dan ketika Shilla menyebrang, seketika pengendara –yang mungkin sedang terburu-buru- hampir saja menabrak dirinya. Pengendara yang asalnya adalah pemuda tampan itu pun turun, langsung menghampiri Shilla yang kaku. Bak orang mati. Shock!

“Maaf. Maaf banget. Saya nggak sengaja. Kamu nggak apa-apa?” tanya pemuda tersebut sedikit mengguncang tubuh shock di depannya. Shilla menggeleng tak sadar.

Yang benar saja pertanyaan pemuda tadi! Mana ada orang mau ketabrak mobil tapi nggak apa-apa. Nggak punya hati, apa yak?

“Rumah kamu dimana? Saya antar ya..” ucapnya lagi, kemudian membukakan pintu untuk Shilla.

“Blok apa? Nomer berapa?” tanya pemuda tadi lagi. Shilla baru akan berucap, kemudian teringat akan sesuatu. Pemuda ini…

“Blok J, nomer 12 ..” jawab Shilla sedikit bergetar. Tak berani menatap wajah tampan di sampingnya.

“Oh.. deket dong sama rumah saya.” katanya sambil tersenyum. “Eh, rumah orang tua saya, maksudnya..” ralatnya kemudian. Shilla tertegun. Sepertinya pemuda ini baik.

“Masih SMA ya? Kelas berapa?” tanya pemuda ini. Mungkin supaya Shilla tidak shock lagi.

“Kelas XI om..” jawab Shilla pelan, meski nada bicaranya sudah tidak separah tadi. Dalam hati Shilla merutuk. Darimana ia dapat kata ‘om’ untuk pemuda ini?

“Om? Saya masih muda loh. Masih 19 mau 20..” ucap pemuda tadi lalu membelokan setir. Shilla meringis pelan.

“Umur kamu berapa?”

“16 mau 17,”

“Bentar lagi sweet seventeen dong ya? Saya di undang nggak?” pemuda ini terus berucap. Menanyakan hal sepele, yang mungkin bercanda, namun bisa membuat Shilla tertusuk.

‘Kalo kakak diundang, nanti kakak nyanyiin lagu HBD-nya sendirian doang yah..’ batin Shilla sarkatis.

“Hhe..” cuma itu yang bisa Shilla ucapkan. Kasihan sekali.


Tak lama, fortuner putih susu pemuda ini pun berhenti di depan rumah Shilla. Lalu segera berbalik saat Shilla mengucap ‘Terima kasih, kak’

Bastian datang, langsung menghambur ke Shilla. Pasti ingin menggosipi, dengan siapa ia pulang tadi. Pasti, ya.. pasti itu!

“Pulang sama siapa tuh tadi???”

“Berisik! Gue mau tidur!!” dan Shilla pun langsung berlari ke kamar. Tidur.

***
How bout this guys ?? ancur yaa :( maaf deh . yang suka boleh di follow blog-nya, terus promote juga yaa ..

Next Part >> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS