Permintaan Takdir -Part 7-

Sabtu, 19 November 2011

Does anyone miss this story ??
I'm bacckkk :D this is the next part of the previous part (?)
No quotes for today, just check it out !!


===================================


Dalam jarak yang tak kasat mata, direngkuhnya sang euroforia. Ify memang sedang sakit sekarang, tapi bukan berarti tidak ada kebahagiaan disisinya. Ify memang harus segera menyiapkan segala sesuatunya untuk besok. Tapi keadaan tidak memungkinkan memaksanya untuk tetap berada di kamar.
                                                  
Pilihan yang sulit harus di pilihnya. Undangan telah disebar. Tidak mungkin kan ditarik lagi? Berapa manusia harus di kontak oleh Ify?

Untung cuma temen sekelasnya, dan teman di luar kelas. Itu pun cuma beberapa. Coba kalau satu sekolah diundangnya? Bisa berabe kan?

Tak lama, seorang pelayan datang ke kamarnya. Setelah sebelumnya mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk. Ify mengerutkan kening, ketika pelayan tersebut meletakkan obat demam di dekat Ify.

“Buat apa ini?” tanya Ify polos. Pelayan tersebut menunduk, tidak berani menatap Ify.

“Tuan dan Nyonya sudah pulang. Mereka mau non minum obat dulu sebelum ada jamuan,” jawab pelayan tersebut se-sopan mungkin. Ify mengibaskan tangannya, menyuruh pelayan tadi keluar.

“Apa sih! Gue udah minum obat tau tadi! Diambilin sama prince charming sekolah lagi!” tandasnya ketus. Kemudian menjulurkan lidah, entah pada siapa.

Setelah berlama-lama di kasur, tidur-tiduran ayam, balesin bbm, akhirnya Ify pun turun ke bawah.

Di lantai bawah ramai. Bak pasar malam di komplek dekat rumahnya. Ternyata memang sedang ada jamuan makan siang disana. Agak aneh juga sih. Sekarang kan sudah jam 4 sore. Masa masih disebut siang?

Ify duduk di sebelah Rida, Bundanya. Lalu menyiapkan serbet di atas pahanya. Membalikan piring dan mulai berdoa dengan khusyuk. Seluruh ruangan itu hening, tak ada siapa pun disana. Maklum, Ify kan keluarga darah biru. Alias ningrat gitu lah.

Ruangan itu masih hening. Setelah Ify mengambil makanan di depannya, barulah Rida berbicara. Meski ayahnya mendengar, namun ia tak mau ikut campur.

“Kamu sakit, Fy?” tanya Rida ketus. Ify tak menyahut, masih meneruskan makan siangnya. Padahal saat ini, ingin sekali Ify bersin.

“Huuaattcchiim!!” terjadilah. Ify bersin. Untung tidak sampai ke makanan di depannya. Tapi virus tetap virus. Bisa merambat kemana saja.

“Kenapa sih? Tidur kemaleman? Belajar mulu ya?” Ify masih tak menjawab. Lalu mengambil tissue di depannya, langsung membersihkan hidungnya.

“Ma… besok Ify ulang tahun. Nggak usah bikin bad mood deh!!” ucap Ify ketus. Rida menautkan alis.

“Kamu yakin tetep jalan tuh, sweet seventeen kamu?” tanya Rida sarkatis. Ify melebarkan matanya. Kesambet apa sih Ibunya ini? Biasanya dia selalu baik.

“Mama kenapa sih?” Ify tak tahan untuk tidak bertanya. Rida geram, nafasnya berat menahan amarah.

“Kenapa? Kenapa kata kamu! Kamu yang kenapa?! Saya sudah bilang sama kamu untuk tidak mendekati pemuda mana pun di dunia!

“Kamu masih tidak mendengarkan saya! Saya ini Ibumu! Saya tau siapa yang lebih baik untuk kamu, IFY!!” tegas Rida sambil menggebrak meja makan. Ayah Ify terpaksa hengkang dari sana. Sementara Ify bergetar, takut.

“Maksud Mama apa?” tanya Ify bergetar. Air mata bersiap meluncur deras dari mata beningnya.

“Mama nggak suka denger kabar kalau kamu deket sama cowok! Apalagi mereka nggak sederajat sama kita, Fy!” bentak Rida lalu mendekati Ify. Mendekap erat anaknya.

“Tapi… Ify kan..”

“Ify.. kita ini keluarga berdarah biru. Kamu tau kan tuntutannya? Kamu harus menikah juga dengan keluarga berdarah biru..” ucap Rida buru-buru menjelaskan. Ify menangis, menangis deras. Darimana Ibunya ini tahu, Ify dekat dengan seorang pemuda? Prince charming di sekolahnya?

“Iya, Ma.” Ify terpaksa mengiyakan. Tidak ingin menjadi anak durhaka.

“Ya sudah, besok sweet seventeen kamu tetap dirayakan..” kata Rida lalu meninggalkan Ify.

Sesaat Ify meringis. Mendapati suara kendaraan yang begitu familiar di telinganya menjauh pergi. Ify berdiri, namun sedetik kemudian ia merosot. Jatuh, dan menangis.

Para pelayan buru-buru menghampiri majikannya tersebut. Siapa bilang, di rumah itu tidak ada yang mendengar bentakan keras Rida? Semua mendengar. Suara menggelegar hingga ke dapur. Bukan sesuatu yang biasa disana.

“Non Ify..” lirih salah satu pelayan paruh baya, kemudian mengangkat tubuh Ify. Sedangkan yang lainnya membereskan bekas-bekas makanan.

“Jangan bilang ini ke Mama..” ucap Ify lirih. Kemudian memeluk pelayan tersebut. Pelayan setia, tertua dan terpercaya di keluarga ini.

“Bibi antar ke kamar ya, Non.” Ify tak sempat menjawab, terlalu lemah mungkin. Langsung saja Bi Okky –pelayan tadi- membopong Ify ke kamarnya.

Nuansa yang begitu girly menjadi tempat favorite Ify. Bukan di kamarnya. Tapi ruangan rahasia di sebelah kamarnya. Seperti taman bermain, namun lebih remaja.

Banyak foto-foto terpajang dengan rapi disana. Ada juga lukisan-lukisan anak TK, karya Van Gogh yang susah payah di dapatkannya. Tepatnya pada saat ia berkunjung ke Perancis saat umurnya 12 tahun.

Ruangan itu di penuhi oleh kaca-kaca, diatas kaca tersebut terdapat ukiran nama I, F, dan Y di setiap kacanya. Banyak juga boneka-boneka binatang, atau bola basket.

Salah satu favorite Ify, boneka snoopy berwarna putih. Boneka yang selalu dirawatnya, dari kecil. Kemana si pemberi boneka tersebut? Entahlah, Ify sendiri tidak tahu.

Sebagus apapun boneka snoopy yang ada di Inggris, semahal apapun boneka-boneka lainnya yang ia beli di luar negeri, boneka snoopy inilah yang paling berharga untuknya.

Akankah takdir mempertemukan mereka kembali? Dengan cara yang tak biasa, dan tanpa dikehendaki oleh mereka yang terlibat. Sudut pandang yang tak kasat mata, dan kerinduan yang mendalam.

***

Rio berdiri di balkon kamarnya. Memandang samar ke arah lain, yang bahkan tidak sedang memikirkan objek tersebut. Senyum-senyum sendiri, bak orang gila.

Ia tahu, ia sedang jatuh cinta. Rio bahkan tidak sedang meramal atau apa. Ia sendiri tak menyangka, love at the first sight itu benar-benar ada. Dan sekarang berusaha menyeruak masuk ke dalam hatinya.

Bila mengingat pujaan hatinya, Rio tak dapat menyembunyikan senyumannya yang paling manis. Bahkan berkelakuan baik kepada siapa pun. Jadilah, siapa pun yang ingin dapat kebaikan Rio, bisa mendekatinya sekarang.

Seketika Alvin masuk ke kamar Rio. Tanpa permisi, tanpa salam, bahkan ketukan pintu. Rio sendiri tidak sadar, karena masih menyibukkan diri dengan pikirannya. Menggelayuti baying-bayang pujaan hatinya.

“Woy! Mas bro!” Rio tersentak, kentara sekali tersentaknya. Alvin hanya melemparkan cengirannya dan ikut mengamati sekeliling.

“Vin, percaya nggak ada love at the first sight?” tanya Rio seketika. Alvin mengerutkan dahinya, bingung. Ada apa dengan sepupunya ini?

“Percaya nggak percaya. Kenapa emang? Lo lagi ngalamin yaa?” tanya Alvin beruntun. Rio manyun, kemudian menghela nafas.

“Pengen nembak nih. Tapi kalo alesannya ‘Love at the first sight’ nggak romantis ya, Vin?” Alvin mengangkat bahunya. Rio ini… tinggal nembak doang kok susah.

“Jadi cowok tuh enak loh, Yo.” Alvin berucap. Rio mengangguk-anggukan kepalanya, meski belum sepenuhnya mengerti.

“Iya gue tau..” kata Rio lemah. Alvin tersenyum simpul, lalu berbalik badan. Menyandarkan tubuhnya pada tiang balkon.

“Kalo suka, tinggal tembak. Alesannya nggak jelas pun, pasti di terima. Nggak kayak cewek, harus nunggu.

“Lo tau nggak? Cewek mana pun, benci menunggu. Gue kasian deh sama cewek. Kalo cowoknya tuh malu-malu gimana? Apa selamanya, dia harus nunggu?” Rio termangu. Alvin ini… selalu saja memberinya saran.

“Terus? Kalo gue seandainya, nembak dia nih. Eh, ternyata dia nggak suka sama gue. Mau ditaro dimana muka gue?” tanya Rio sambil menunjuk mukanya. Alvin tertawa renyah, bener-bener ya..

“Lo kan cowok! Gentle dikit napa! Urusan terima nggak terima, ya belakangan. Lagian kan, cowok itu cepet move on-nya. Gugur satu tumbuh seribu,” jawab Alvin kemudian membalikkan badan lagi. Menepuk-nepuk pundak Rio, dan berlalu pergi.

Jadi, bagaimana perasaan Rio setelah itu? Akankah penjelasan Alvin tadi berhasil memotivasinya? Atau malah membuatnya semakin galau?

***

Paginya di sekolah.

Semua ramai, sepertinya pasar tradisional di daerah Jakarta pindah kesana. Siswa/i FIS menyambut meriah kompetisi Musikal dan Sejarah yang diwakili Ify-Shilla sebagai peran utama.

Selain itu, banyak juga murid yang mengenal Ify dan diundang ke pestanya. Sehingga berita tersebut tak kalah ramai dari berita kompetisi Musikal dan Sejarah.

Kompetisi Musikal diadakan paling pertama, tepatnya lusa. Sedangkan kompetisi Sejarah dimulai keesokan harinya. Hari yang sibuk untuk Shilla dan Ify.

Mulai hari ini pun, mereka berdua sudah harus latihan kesana-kemari. Tepatnya Shilla. Hari ini ia mendapat dispensasi lagi. Shilla bersama dengan Rahmi, kelas XII, manager penanggung jawab kometisi Musikal, pergi mencari kostum.

Sedangkan Rio bersama Cakka, pergi mencari pernak-pernik yang cocok. Tak tanggung juga, mereka mengunjungi designer terkenal untuk mencari gagasan tema apa yang akan dipakai nanti.

Ify sendiri makin gencar menghapal. Entahlah, siapa yang menjadi pasangannya. Namun yang Ify yakin, itu pasti Rio. Karena kejadian kemarin, saat di UKS, meyakinkan Ify.

“Kalo yang ini gimana, Shill?” tanya Rahmi sambil menunjukkan dress selutut berwarna hitam. Persis seperti yang pernah dipakai Esther saat merayu ayahnya.

“Yang mana aja deh. Terserah.. gue ikut aja,” jawabnya masih mengemil. Rahmi menimang-nimang sebentar, kemudian membandingkan dengan gaun di sebelahnya.

“Terus buat cowoknya, yang mana ya?” tanya Rahmi lagi. Tidak sama sekali menoleh ke Shilla. Lebih tepat sebagai gumaman.

“Emang siapa sih cowoknya?” Rahmi tampaknya masih sibuk dengan beberapa gaun di tangannya. Hingga tak begitu konsentrasi pada pertanyaan Shilla.

“Yang ini bagus ya?” Shilla hanya mengangguk. Kemudian diam.

Tak berapa lama, Rahmi membayar ke kasir dan mereka pun kembali ke sekolah. Sementara Rio mulai menyatu dengan Cakka.

Karena telah di sepakati, bahwa temanya adalah King&Queen Modern, jadilah mereka hanya membeli beberapa pernak-pernik. Setelah itu pergi melihat-lihat koleksi gitar akustik terbaru.

Di sekolah. Seperti biasa, hening. Masih belajar juga, tentunya. Jadilah, Shilla dan Rahmi menunggu kehadiran dua bocah keren itu kembali. Mereka menunggu di ruang musik.

“Nanti ada 3 lagu yang harus lo nyanyiin. Jadi kan kayak musikal gitu… mendingan lo hapalin lagu Taylor Swift yang invisible, kalo nggak Teardrops on my Guitar.” Rahmi menjelaskan. Sedangkan Shilla hanya manggut-manggut. Lagu begitu doangan mah… sejam juga langsung hapal. Setengah jam malahan.

“Fly to Your Heart juga bagus kok. today was a fairytale juga tuh!” jelas Rahmi lagi. Itu sih, lagu yang sudah Shilla hapal sebelum-sebelum ini. Jadi gampang saja.

“Gue ke kelas dulu. Mau ngambil chargeran di laci..” ucap Shilla kemudian nyelonong begitu saja. Rahmi sampai geleng-geleng kepala.

Shilla melangkah ke kelas dengan tatapan kosong. Tidak ada objek yang harus dipikirkannya. Sesaat, memorinya teringat akan ulang tahun Ify. Tepat esok hari. Datang atau tidaknya… mungkin tergantung mood-nya.

Setelah sampai di kelas, ia masuk tanpa se-izin guru yang mengajar. Kemudian langsung mengambil charger yang berada dibawah lacinya. Sempat melirik Ify sedikit, sinis. Benar-benar sinis hingga Ify hampir bergidik ngeri, saking takutnya.

Shilla memandang sekeliling, lalu berbisik pada Ify. “Karena lo udah bikin gue kesel, ditambah lo udah bikin gue marah. Lo bakal tau konsekuensinya nanti..”

Ify melebarkan mata. Meski tidak mengerti apa yang dikatakan Shilla. Kata-kata itu benar-benar gamblang. Tidak bisa menggambarkan apa-apa.

Shilla memang tega. Memang begitu, seperti yang sudah diketahui oleh banyak manusia di Flotet International School. Tapi kali ini, marah tanpa sebab itu bukan hal biasa yang pernah Ify dengar.

Ify bergidik ngeri. Apa kesalahannya? Hingga Shilla marah begitu. Apa karena Ify selalu menantangnya? Selalu berusaha mendekatinya? Entahlah. Ify juga tidak tahu. Bahkan bingung.

Ify kan tidak mengganggu ketenangannya. Tidak juga mengusik segalanya. Hanya ingin mendekatkan diri, kan? Ify juga hanya mengundangnya ke pesta ulang tahunnya. Karena dia memang mengundang seluruh teman satu kelasnya.

Kalau Shilla tidak ia undang. Kesannya kan kayak ada dendam kesumat, atau belagu banget gitu ya. Makanya Ify mengundangnya. Lagi pula, urusan datang tidak datang, itu juga terserah Shilla.

Makanya, perkataan Shilla tadi membuat Ify bergidik ngeri. Sebenarnya Ify bisa saja mengadu pada guru, atau kepala sekolah sekalian. Karena keluarga Umari juga merupakan donatur untuk sekolah ini. Orang tuanya juga tidak akan tinggal diam jika anaknya dapat ancaman seperti ini. Dikiranya, siapa Shilla?

Tapi yang jadi masalah, Ify saja tidak tahu apa kesalahannya. Membiarkan apa yang terjadi selanjutnya, adalah masalah. Tapi mengadu ke orang tua, ke guru, atau bahkan kepala sekolah, lebih masalah lagi. Nanti Ify malah kerepotan mencari alasan.

Jadi mulai dari situ, Ify berpikir keras. Sampai hapalan yang sudah melekat erat dikepalanya hilang seketika, penjelasan yang dilaksanakan oleh Bu Sam juga jadi terbengkalai.

Baiklah, Ify telah menentukan. Ia akan berusaha mencari titik terang. Shilla akan dikuntitnya, akan terus diincarnya. Hingga ia tahu apa sebenarnya kesalahannya. Sehingga Shilla kesal padanya, hingga melancarkan konsekuensi yang –menurut Ify- bakal parah.

***

Lelaki memang gampang menyatu. Kecuali jika salah satu pemudanya abnormal. Pasti akan susah, bahkan nggak nyambung sama sekali. Berhubung Cakka dan Rio bukan pemuda abnormal, jadi mereka gampang menyatu.

Rio menenteng dua paperbag berukuran sedang sekaligus di tangan kanannya. Sementara Cakka menenteng 4 paperbag sekaligus di tangan kanan dan kirinya. Mungkin tidak ingin dibilang manja, jika melimpahkan setengah ke adik kelasnya itu.

Karena tangan kiri Rio bebas, jadilah Rio yang membuka pintu ruang musik. Setelah mereka berdua masuk ke sana, Cakka langsung meletakkan keempat paperbag tersebut ke bangku yang ada. Rio pun begitu.

“Kok lama? Kemana aja?” tanya Rahmi dengan nada menginterogasi. Cakka nyengir kuda, sedangkan Rio acuh tak acuh.

“Kami makan dulu tadi. Laper sih soalnya. Belum sarapan,” jawab Cakka santai. Rahmi berdecak sambil geleng-geleng kepala.

“Di kantin kan banyak makanan..”

“Keburu laper kita. Lagian males makan di kantin. Makanannya nggak kayak di restoran gitu sih,” kali ini Rio berucap. Cakka menyetujui hal itu. Benar juga sih, daripada makan di kantin. Yang makanannya palingan cuma ada nasi goreng, siomay, bakwan, dan kawan-kawannya, mendingan juga yang ada di restaurant.

“Tapi kan lama jadinya. Latihan juga jadi ditunda. Kompetisinya bentar lagi tau!” sunggut Rahmi sambil sekali lagi mengingatkan, kompetisi itu sebentar lagi. Dan bisa dihitung menggunakan jari. 2x24 jam! 2 hari! Jari telunjuk dan jari tengah, 2!

“Iye iye tau… duilee… galak bener dah,” Rahmi manyun mendengarnya. Kesannya dia kok kayak Ibu yang lagi marahin anaknya ya?! Rahmi jadi malu sendiri.

“Yaudah. Yo, lagu apa yang lo hapal?”

“Maunya?” kini Rio gantian bertanya. Rahmi kembali berdecak. Bocah dua ini, membuatnya naik darah.

“Gue nanya kok malah balik nanya!” Rio tak tahan untuk tersenyum geli.

“Buat duet atau buat single nih?”

“Duet apa? Single apa?”

“Kalo duet, gue sering denger Superhuman. Overboard, sama Futuristic Lover.” Rahmi menepuk jidatnya mendengar tuturan Rio tadi.

Bayangkan! Bayangkaaaannn!! Superhuman, menceritakan tentang kekuatan yang harus dimiliki manusia jika sedang menghadapi masalah. Sedangkan tema Musikal yang dipilih Rahmi adalah King and Queen Modern.

Futuristic Lover. Itu lagu tidak ada kata romantisnya sama sekali. Lagu itu menceritakan tentang alien! Alien! Bayangkan. Rio benar-benar sadis kalau menjawab itu. Dikiranya Shilla alien apa?

Satu-satunya jawaban yang agak benar, ya Overboard. Lumayan lah, romantis. Apalagi penyanyinya begitu terkenal, Justin Bieber feat. Jessica Jarell. Pas kan? Kalau diibaratkan, anggap aja Rio itu JB, Shilla itu J. jarell.

“Rio… yang bener dikit dong. Futuristic Lover!! Lo kata Shilla itu alien apa! Lagian si Kanye West cuma dapet depannya, udah gitu rap, dikit pula!” hardik Rahmi lalu mendengus kesal.

“Lah.. gue kan taunya itu doang. Kalo single, gue tau hampir semua lagu Bruno Mars, West Life, Jason Mraz. Udah,”

“Fuuhh… susah deh kalo kayak gini. Cowoknya bolot sih. Nggak kayak ceweknya,” ucap Rahmi ketus. Rio manyun, Cakka ketawa ngakak.

“Lagu apa ya, yang romantis gitu? Selain Overboard,” suasana menjadi hening. Semuanya memikirkan lagu romantis yang akan dinyanyikan Shilla dan Rio.

“This Is Me, aja!!” tukas Rio lalu tersenyum bangga. Rahmi dan Cakka kontan melebarkan mata, lalu manggut-manggut.

“Bagus tuh. Kita pake itu aja ya,”

***

Shilla berjalan kembali ke ruang musik. Sambil mengantongi BlackBerry-nya, yang sekarang kerap sekali bergetar. Menandakan sms masuk, atau telepon masuk. Tapi Shilla abaikan.

Saat berjalan itu pula, dirinya berpikir untuk membalas semua sakit hatinya. Ify! Perempuan itu harus segera dienyahkan, pikir Shilla.

Lawan main, tidak begitu terlihat menang jika melakukan kekerasan. Keroyokan begitu, sama saja dinamakan dengan tawuran. Shilla sudah berpikir, cara untuk membuat Ify kalah telak.

Mempermalukannya. Menjauhinya. Mengasinginya. Atau membuat perempuan berdarah biru tersebut merasa invisible.

Shilla memasuki ruang musik dipenuhi dengan senyuman sarkatis tercetak lebar di bibirnya. Hal yang aneh untuk siapa pun yang belum pernah melihat Shilla tersenyum. Kecuali Bastian, Bunda-nya, atau Tante-nya. Mereka sudah bosan.

“Kak.. kap..” Shilla tersentak. Dijatuhkannya chargeran di tangannya. Menatapi siapa yang duduk di sebelah Cakka.

“Eh, Shilla.. sini masuk!” Shilla terpaku. Rio dan Shilla saling menatap satu sama lain dengan terpaku.

“Kenapa sih?” tanya Cakka pelan, entah ditujukan pada siapa.

Tak sadar, rahang Shilla mengatup keras. Antara kecewa, marah, atau sedih melihat Rio duduk disana. Sedangkan Rio menatap tak percaya, Ashilla, bukan pujaan hatinya.

“Shilla… Rio.. ada apa?”

“Saya ngundurin diri aja, kak.” ucap Rio kemudian berdiri. Buru-buru berlari, namun tangan kokoh Cakka mencegahnya.

“Emang kenapa? Shilla nggak jelek kok. masa kamu nggak mau sama dia?” kini Cakka membela. Gejolak amarah yang membludak di hati Shilla hampir tak bisa ditahannya.

“Tapi… gue.. saya…”

“Yo, kompetisi Musikal bentar lagi. Property, kostum, semua udah dibeli, sesuai ukuran tubuh kamu. Kalo kita nyari lagi, ya susah lagi. Rugi.” Rahmi menjelaskan. Rio menghela napas, diliriknya Shilla yang masih berdiri tak jauh dari ambang pintu.

“Lagi pula, nggak gentle deh lo. Masa langsung mundur tanpa sebab. Lo nggak mau dapet penghargaan. Piala lo sama Shilla nggak mau dipajang di ruang piala?” Cakka memanas-manasi. Dalam hati Rio merutuk kakak kelas sialan ini, pake manas-manasin segala. Udah tau gue pengen banget dapet piala, rutuk Rio.

“Di taro-nya paling depan loh, Yo..” gantian Rahmi memanas-manasi. Shilla hanya terdiam. Sebenarnya Shilla sih bodo amat, soalnya memang sering dapat piala. Dipajang di depan pula. Nah, Rio ini masalahnya.

“Ck.. yaudah deh,” kata Rio pasrah. Sambil berdecak pelan, Rio duduk kembali disamping Cakka.

“Jadi, temanya kan King&Queen Modern. Kalian kayak di kerajaan gitu. Tapi ternyata Rio dijodohin sama orang lain. Cinta kalian terhalang oleh gadis lain.”

“Karena ini Musikal. Jadi mirip drama gitu. Ada dialognya, tapi cuma dikit kok.. jadi intinya disini tetep nyanyi.” Cakka menjelaskan. Shilla dan Rio hanya manggut-manggut pasrah. Meski setengah hati dari masing-masing mereka tidak yakin.

“Yaudah, yuk kita coba..” Rahmi menggerakkan tangannya, mengajak Rio dan Shilla ke panggung.

Disana, Rio berhasil bersikap wajar. Senyum manis mengembang di bibirnya. Sementara Shilla tak karuan, melihat wajah Rio yang begitu tampan. Hitam manis dan tidak membosankan.

Rio juga tidak mau ini semua sia-sia. Banyak juga yang ingin berpasangan dengan Shilla. Karena selain Shilla itu pentolan cewek di sekolahnya, ia juga cantik. Cantik banget malah.

Jadilah.. keduanya diliputi ketakutan yang amat sangat. Apa jadinya nanti? Saat kompetisi tiba. Apa Rio masih bisa menutupi kepasrahannya dengan sikap wajar? Ataukah Shilla yang tidak bisa mengontrol ketakutannya?

Biar. Biar waktu yang menjawab. Takdirlah yang akan menentukannya, dua hari nanti.

====

how's it guys ?? keep reading and sharing yea :D

 Next Part >>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS