Try! (Part 2)

Selasa, 28 Mei 2013


DUA

Shilla memang nggak pernah janji mau ikut nonton pertandingan basket besok. Bahkan sekarang Shilla sedang membuat popcorn dan mengambil beberapa cemilan lain untuknya nanti nonton bola. Papanya sih, katanya mau ikut nonton bola. Tapi Shilla tahu Papa nggak akan kuat membuka mata sampai jam 3 pagi. Kecuali untuk masalah pekerjaan.

Shilla sendiri mulai merutuki ke-addict-annya pada sepak bola. Gara-gara cowok itu, dia jadi suka banget sama bola. Dulu Shilla sih, memang udah suka. Tapi itu semata-mata karena pemainnya ganteng-ganteng. Apalagi Ozil, Adam Johnson, Chicharito, David Villa dan Kaka. Tapi sekarang, Shilla lebih menyukai teknik-teknik permainan itu. Gol gol cantik dari jarak dekat atau jarak jauh.

Dulu Shilla juga sering menonton cowoknya main futsal. Cowok itu selalu mengabaikan keberadaan Shilla kalau dia sudah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan bola. Entah itu nonton, main atau sekedar ngomongin. Tapi Shilla nggak pernah keberatan. Malah akhirnya dia ikut-ikutan jadi Soccer Addict.

“Shill! Ify telepon, nih!” teriak Mama dari arah ruang tamu. Shilla berdecak. Buat apa sih sobatnya itu telepon ke rumah. Emang Shilla nggak punya hape, apa?!

“Halo…”

“SHILLAAAA!!!” Shilla menjauhkan gagang telepon dari telinganya.

“Apaan, sih? Lo ngapain nelepon ke sini? Emang gue nggak punya hape, apa?!” semprot Shilla galak. Ify diseberang menggeram tertahan.

“Gue udah miscall elo hampir 20 kali! Tapi nggak diangkat! Jadi elo punya hape buat apaaaa??!!” balas Ify kesal. Shilla mengeluarkan ponselnya dari kantong celana pendek yang ia kenakan. Ify memang meneleponnya 18 kali. Shilla baru sadar kalau dia men-silent ponselnya.

“Hehe… sori, Fy. Hape gue di-silent. Abis tadi gue lagi bikin popcorn.,” ucap Shilla kikuk. Ify berdecak, tapi kemudian ia menghela napas.

“Lo mau nonton bola malem ini?” tanya Ify pelan.

“Tentu aja,” jawab Shilla enteng. Ify kembali berdecak.

“Jam berapa?”

“Jam 1 dinihari nanti. Kenapa sih?” tanya Shilla heran.

“Nggak. Lo nggak boleh nonton bola pagi-pagi buta begitu! Inget kan, besok kita mau ke GOR Perjuangan buat nonton basket.,” tukas Ify dengan nada keras. Tanda Ify nggak mau dibantah. Shilla menyernyit.

“Apaan, sih. Gue nggak mau. Gue mau nonton bola!” semprot Shilla galak. Sekarang masih jam setengah 11 dan dia belum ada tanda-tanda ingin memejamkan matanya dan meninggalkan super big match itu.

“Oke, oke. Lo boleh nonton bola. Tapi, besok gue sama Via bakal ke rumah lo. Lo harus ikut kita nonton basket, titik!” ucap Ify lalu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Shilla jadi geram.

Mama aja nggak larang-larang gue kok. batin Shilla keki. Tapi dia tahu, Via dan Ify pasti ke rumahnya besok. Plus nggak bakal segan-segan bangunin Shilla dengan cara apapun. Lagipula, Via sama Ify tuh nggak penting banget. Buat apa ngajak Shilla kalau toh cewek itu bakal tidur di tribun penonton bukannya nonton.

***

Shilla mengerang pelan. Dia lupa mengunci pintu kamarnya karena habis nonton bola, ternyata dia jadi ngantuk parah. Shilla baru bisa tidur sekitar jam 3 lewat 15 setelah nonton bola. Untung saja sekarang hari libur. Tapi tetap aja, Shilla nggak bisa bangun siang-siang. Siapa lagi kalau bukan karena Ify dan Via?

Kedua sahabatnya itu sedang berusaha keras membangunkan Shilla yang tengah tidur dengan pulasnya. Padahal suara cempreng Sivia, yang dikenal menggelegar dan bisa bikin pengang ternyata cuma isu. Eh, nggak isu juga, sih. Shilla memang nggak se-centi pun beranjak dari kasurnya. Tapi dia sebenarnya sudah bangun.

“SHILLAAAAA!!!! KALO NGGAK BANGUN LO GUE SIRAM YAAA!!” teriak Sivia frustasi. Mamanya Shilla nggak akan marah walau ada kegaduhan macam itu. Jelas lah, Ify dan Sivia udah sangat dikenal oleh Mama. Dan Papa juga kebetulan kerja setengah hari untuk menghadiri rapat tahunan.

“Apaan, siihhh.. gue baru tidur jam 3 tadi. Please jangan bangunin gue.,” ucap Shilla lemah. Ify mendengus pelan. Sivia terdiam.

“Lo bangun dehh. Nanti lo boleh tidur kok di mobil gue.,” kata Ify pelan. Sivia mengurut keningnya pelan. teriak-teriak bikin dia jadi pusing.

“Kalian ngapain ngajak gue, sih? Toh ujung-ujungnya gue nggak bakal nonton. Pasti gue tidur nanti disana,” Ify tersenyum. Berusaha menahan tawanya. Mana mungkin tidur di tribun. Shilla itu pelor. Tempel molor. Tapi kalo nggak ada bantal, ya dia nggak akan bisa tidur. Ify hapal betul hal itu.

“Lo nggak bakal bisa tidur, deh. Disana nggak ada bantal.,” tukas Sivia sambil mengguncang-guncang tubuh Shilla.

“Gue kan bisa pake paha elo, Vi,” timpal Shilla tanpa disaring. Sivia menoyor Shilla.

“Sembarangan!” sedangkan Ify gantian mengurut dahinya. Ia melirik jam tangannya, masih ada waktu 45 menit lagi sebelum pertandingan dimulai. Perjalanan sekitar 20 menit.

“Ayolah, please Shill… nanti gue kasih tau rahasia. Rahasia kenapa pertandingan ini tuh banyak yang nonton!” ucap Ify dengan nada yang bisa bikin Shilla kepo. Shilla sebenarnya malas banget bangun, tapi dia sudah terlanjur kepo.

“Emang ada apaan, Fy?” tanya Shilla pelan.

“Makanya, elo mandi dulu. Gue jelasin se detail-detailnya di mobil nanti,” jawab Ify dengan senyuman misterius. Mau nggak mau Shilla bangun juga.

Setelah Shilla mandi, lalu berdandan ala kadarnya, ia langsung berpamitan pada Mama dan duduk di bangku belakang mobil Ify. Shilla nggak bisa tidur lagi. Padahal Ify sudah membiarkan dia kalau ingin tidur di mobilnya. Ify juga sengaja menyiapkan bantal bergambar emoticon untuk Shilla.

Tapi cewek itu sudah betul-betul kepingin tahu. Lebay sih. Tapi itulah Shilla. Kadang walau dia gengsi, ternyata keingintahuannya yang besar itu mengalahkan kegengsiannya dengan mudah.

“Emang ada apaan sih, Fy?” tanya Shilla tanpa bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Ify tersenyum, lalu melihat Shilla dari spion tengah mobilnya.

“Kasih tau tuh, Vi.,” tukas Ify sambil terkekeh. Sivia tersenyum misterius ke arah Shilla.

***

Shilla jadi penasaran bukan main. Terima kasih untuk Sivia dan Ify yang sekarang berhasil membawa Shilla masuk GOR tanpa harus menyeretnya. Shilla sekarang tengah duduk di tribun penonton paling depan, di belakang cheerleaders yang baru akan memulai aksinya sebelum para pemain keluar dari ruang ganti.

Hari ini penonton memang sangat ramai. Tapi nggak sampai memenuhi seluruh tribun. Tribun depan juga kosong. Alasannya simple, yang biasanya nonton basket pasti nggak ingin kena muntahan bola dari dalam. Kecuali Shilla, yang memang nggak pernah nonton pertandingan basket.

“Mana orangnya?!” tanya Shilla sambil celingukan. Ify senang akhirnya Shilla excited juga dengan para pemain basket. Dalam hati Ify tertawa iblis.

“Sabar, Shill. Cheers-nya juga masih tampil kok. Bentar lagi mereka keluar.,” jawab Sivia lalu membuka tutup kaleng coke-nya. Ia lalu memberikan 2 buah coke lain ke Shilla dan Ify.

“Tuh! Pemain club Rajawali keluar!” teriak Ify cukup kencang. Tapi yang mendengar cuma deretan Shilla, Via dan sampingnya karena kehebohan dari penonton lain. Shilla memperhatikan satu-satu wajah pemain yang baru saja keluar dari ruang ganti tersebut.

“Lawannya club MBBC!” tukas Sivia semangat. Shilla menyernyit bingung. Sementara Ify mulai sadar akan kebingungan Shilla.

“Orangnya ada di club Rajawali bernomor punggung 9. Sekarang dia nggak jadi starter karena kemarin sempet cidera. Sekarang dia lagi ada di bangku cadangan. Biasanya dia bakal maen di quarter kedua atau ketiga. Tergantung skor yang diperoleh Rajawali.,” jelas Ify lalu meminum coke-nya sedikit.

“Kalo Rajawali ketinggalan poin, tu cowok pasti turun. Soalnya dia emang alien banget. Posisinya sekarang sebagai forward, yang ada di depan. Sedangkan temennya, yang bernomor punggung 6 sebagai assist. Posisinya di center.,” kini Sivia yang menjelaskan. Shilla semakin bingung. Dia memang buta soal basket.

Shilla nggak ngerti dengan center, forward, quarter, time-out, atau apalah itu namanya. Yang dia tahu cuma assist, mid-fielder, keeper, back, striker dan yang berhubungan dengan bola. Bukan basket.

Setelah berdoa dan bernyanyi Indonesia Raya—Shilla sempat geli juga. Pertandingan biasa tapi masih tetep nyanyi lagu kebangsaan, wasit langsung melempar bola di tengah-tengah kedua kapten dan keduanya langsung lompat untuk meraih bola tersebut.

Baru beberapa menit pertandingan berlangsung, Shilla langsung terkagum-kagum. Selain karena pemainnya ganteng-ganteng dan tinggi—cocok sama tipe cowok Shilla—ternyata permainan ini super keren! Strategi dan teknik, juga style-style keren yang baru kali ini Shilla perhatikan dengan jelas benar-benar keren!

Shilla jadi ikut teriak-teriak bersama Ify dan Sivia. Sama-sama menyemangati Rajawali karena mereka punya pemain-pemain yang tampang dan skill-nya klop. Bukan hanya ganteng, mereka baik dan nggak sombong. Apalagi rata-rata pemainnya sudah pernah sparing lawan LAKERS.

Quarter pertama sudah selesai. Disertai dengan 2 time-out dari MBBC dan Rajawali. Cheerleaders pun kembali ke lapangan basket lalu kembali berlenggok di tengah-tengah lapangan. Shilla nggak begitu suka dengan para cheerleaders tersebut. Dari dulu dia emang nggak pernah suka cheers.

Selain karena pakaiannya yang minim, Shilla paling geli dengan cewek genit dan memainkan pom-pom. Gerakan-gerakan yang nggak jelas, walau kadang kalau mereka melakukan trik dan style lumayan keren juga. Tetap aja Shilla nggak suka.

“Quarter kedua! Kita liat apa tu cowok udah bisa maen atau belom,” ucap Ify  sambil harap-harap cemas. Ify menjulurkan lehernya panjang-panjang.

“ITU SHILL!! SHILLA!!!!! ITU ORANGNYA !! MIRIP KAN? KAN ? KAAAAAANNNNNNNNN???” teriak Sivia dan Ify berbarengan. Shilla langsung berdiri sampai naik-naik ke atas tribun. Padahal dia sudah berada di paling depan. Ia melihat cowok bertubuh atletis dengan nomor punggung 9 tanpa nama. Shilla belum bisa melihat dengan jelas mukanya.

Cowok itu stretching sebentar, lalu berlari kecil masuk lapangan. Tak lupa diiringi tepuk tangan riuh serta teriakan-teriakan memekakkan telinga. Shilla mengerjap-ngerjapkan matanya sejenak. Sebelum…

“KYAAAAAA!!!!!!!!! MIRIP BANGEEEEETTTTTT!!!!” teriak Shilla histeris. Dia sendiri jadi sweatdrop.

“JUSTIIINNNNNNNN!!!!!” teriak seluruh penonton termasuk Sivia dan Ify. Shilla juga ikut-ikutan meneriakan nama ‘Justin’.

Cowok bernomor punggung 9 itu, tidak pernah ada yang mengetahui namanya kecuali anak-anak cowok yang malas meneriakkan namanya, atau teman-teman dekatnya. Makanya, orang-orang suka manggil dia dengan sebutan ‘Justin’. Karena emang dia mirip banget dengan pelantun tembang ‘Baby’ tersebut.

Setelah beberapa menit pertandingan, cowok itu semakin kelihatan mirip dengan Justin. Benar-benar pantas jadi top scorer dan best player of the game! Tembakannya rata-rata 3 point shot, kadang-kadang dia melakukan nombok (slam dunk), kadang juga dia melakukan trik dibantu dengan partner abadinya yang bernomor punggung 6.

Tapi… Shilla merasa tidak asing dengan cowok itu. Perasaan ingin tahu menyergapnya.

Shilla jadi suka banget sama tu cowok setelah Rajawali minta time-out, dia langsung bertepuk tangan sambil tersenyum pada seluruh jajaran penonton. Dia lalu membungkuk dalam-dalam.

“Biasanya kalo dia udah bungkuk-bungkuk begitu, dia udah nggak bisa maen lagi. Mungkin cideranya kambuh. Lagipula, poin Rajawali udah jauh.,” ucap Sivia pundung. Ify dan Shilla juga ikut pundung. Padahal Shilla begitu terpukau dengan cowok itu.

“Abis main biasanya dia salam-salamin sama temen cowoknya di tribun penonton ‘kan?” tanya Shilla pada kedua sohibnya. Ify dan Sivia mengangguk. “Kalo gitu, kalian ajak kenalan aja!” tukas Shilla sumringah. Ify meringis.

Shilla sih enak tinggal ngomong. Kalau melakukan segampang ngomong, Ify dari dulu pasti udah dekat dengan tu cowok. Ify dan Sivia ‘kan bukan sekali dua kali nonton pertandingan basket. Tapi berkali-kali! Ify dan Sivia juga pernah beberapa kali ketemu di Mal atau bioskop.

“Lo enak tinggal ngomong!” hardik Sivia galak. Shilla mengerucutkan bibirnya.

“Kalian gimana sih? Kalian ‘kan yang bilang, siapa tau aja gue kecantol ama anak basket. Sekarang gue udah kecantol ama tu orang, kalian nggak mau bantuin gue.,” sunggut Shilla lalu menunduk. Ify dan Sivia jadi nggak enak juga.

Yang dikatakan Shilla ada benarnya. Salahkan Ify dan Sivia yang maksa-maksa Shilla untuk nonton. Kalau sudah begini, Shilla bakal terus penasaran. Ujung-ujungnya dia bakal ngambek sama mereka berdua. Ify menelan ludah susah payah.

“Lo aja deh yang kenalaaan.. ‘kan biar lo lebih dikenal sama dia. Kita nemenin aja ya,” kata Sivia berkilah. Shilla makin manyun.

“Nggak mau. Gue malu, tau. Gue kan nggak pernah nonton basket. Kalo kalian ‘kan udah sering. Pasti dia juga udah sering liat kalian di tribun penonton. Ya ‘kan?” balas Shilla telak. Kini gantian Sivia yang meringis.

“Emm.. liat nanti aja, ya.,” timpal Ify takut-takut. Shilla mendengus. Padahal dia udah ngebet pengin kenalan sama si ‘Justin’.

Selesai pertandingan. Cowok yang mirip ‘Justin’ itu nggak main lagi. Dia langsung masuk ruang ganti tanpa salam-salaman ke tribun penonton. Rajawali memang menang telak. Mungkin tu cowok malas kali ya. Cidera tulang kering yang dialaminya mungkin lagi kambuh parah. Dan dia lagi capek juga.

Ify dan Sivia juga bilang, 2 hari lalu dia main tanpa pergantian. Mungkin hanya 1 atau 2 kali ganti karena Rajawali hampir kalah melawan Ax’l. Jadi sekarang dia nggak begitu diforsir.

Shilla, Ify dan Sivia keluar lebih awal untuk menghindari kerusuhan di jalan keluar. Shilla juga jadi pundung dan males ngomong sama Ify dan Sivia selesai keluar dari arena. Kini, Ify dan Sivia diliputi rasa bersalah.

“BETE! Tau gini gue nggak usah ikut! Mending gue tidur di rumah sambil mimpiin abang Bieber!” tukas Shilla sambil membenamkan wajahnya di bantal emoticon Ify. Sekarang mereka sudah masuk ke dalam mobil.

“Sorry, Shill. Lo kan liat tadi dia nggak ke tribun penonton.,” bela Ify sambil men-starter mobilnya. Shilla mendengus kesal.

“Tapi kan tetep aja gue kesel. Jadi sia-sia suara emas gue terbuang demi neriakin dia!” Shilla masih sibuk ngedumel. Sementara Sivia menggeleng-geleng frustasi.

“Yaudah, mending sekarang kita makan dulu. Udah siang juga nih,” ucap Sivia memberi saran. Shilla diam saja. Ify tahu maksud keterdiaman Shilla itu.

“Makan dimana? Café The Red?” tanya Ify kalem. Shilla membelalak. Café itu, adalah café yang paling Shilla suka. Tapi Shilla belum pernah dapat kesempatan berkunjung kesana. The Red, adalah café yang suasananya Taylor Swift banget. Jadi seperti museum Taylor Swift, deh.

Dinding café tersebut dilapisi berbagai macam berita tentang Taylor Swift. Foto-foto Taylor Swift dan prestasi yang telah diraih Taylor Swift. Dan otomatis, lagu-lagu yang diputar ya lagunya Taylor Swift juga. Walau kadang para pelanggan boleh request lagu sesuai selera mereka.

Namanya juga café The Red. Rata-rata warna mejanya dan kursinya merah cerah, merah marun, atau merah agak pink. Tapi temboknya nggak di cat berwarna merah. Tapi dibuat sedemikian rupa agar membentuk koran yang semua beritanya tentang Taylor Swift.

Ify benar-benar mengerti Shilla.

“Kurangajar emang lo, Fy!” hardik Shilla, lalu tersenyum.

***

Sesampainya di café The Red, Ify memarkirkan mobilnya di samping mobil Land Cruiser berwarna hitam. Sebenarnya Ify malas parkir disebelah mobil tersebut. Mobilnya yang kecil merasa terintimidasi. Tapi tidak ada tempat lain, lagipula Shilla sudah langsung membuka pintu setelah Ify menarik rem tangannya.

“Shilla, jangan dibuka lebar-lebar. Ntar mentok sama mobil disamping!” tegur Ify, yang pastinya nggak akan dipedulikan oleh Shilla yang lagi ngambek.

“Bodo!”

Dukkk….

Shilla menegang. Ify panik. Sivia mangap. Baru juga diomong, pintu mobil Ify langsung bersinggungan dengan mobil disebelahnya. Shilla langsung menutup kembali mobil tersebut. Sivia menengadah, melihat apakah Land Cruiser tersebut berpemilik atau tidak.

Sivia langsung panik. “FY GAWAT FY! ADA ORANGNYA!!!!” Ify langsung menoleh ke arah mobil tersebut, dan pintu mobil Land Cruiser tersebut pun terbuka. Menampilkan seorang pemuda dengan kacamata hitam dan topi NY-nya. Pemuda tersebut mengecek pintu mobil penumpang sebelah kanannya, yang baru saja bersinggungan dengan pintu mobil Ify.

Pemuda tersebut berdecak, lalu membungkuk ke arah pintu penumpang mobil Ify, tepat dimana Shilla duduk. Ia lalu mengetuk-ngetuk kaca mobil tersebut. Ify, Shilla dan Sivia sontak berteriak. Dasar cewek.

Ketiganya menutup mata, sementara pemuda itu terus mengetuk kaca mobil Ify dengan gusar.

“WOY!! Keluar woy! Tanggung jawab lo!!” hardik pemuda tersebut gusar. Shilla yang pertama membuka mata. Ia menatap takut-takut pemuda tersebut.

“Fy, mending kita keluar, yuk. Lama-lama gue jadi laper. Mending damai aja, deh, sama tu orang.,” kata Shilla takut-takut. Ia lalu keluar lewat pintu disebelahnya. Disusul Ify dan Sivia yang keluar sambil menunduk.

“Ck. Dasar cewek.,” tukas pemuda tersebut lalu melepas kacamata hitam dan topinya. Ify dan Sivia menengadah, sedangkan Shilla bersembunyi dibelakang sohib-sohibnya.

“Fy, itukan…” Sivia menyenggol-nyenggol pinggang Ify gusar. Ify hanya bisa menatap pemuda tersebut tanpa berkedip.

“Shill..,”

“Iya.. maaf ya, Mas. Saya tadi lagi emosi gara-gara temen saya nggak mau ngenalin sama pemain basket Rajawali yang dipanggil Justin ituloh..,” ucap Shilla sambil terus bersembunyi dan menutup matanya. Pemuda tersebut terkekeh, hampir menyemburkan tawanya. Ify dan Sivia langsung menutupi wajah mereka dengan tangan, malu dengan curhat colongan Shilla.

“Kamu mau kenalan sama saya?” tanya pemuda tersebut kalem. Mata Shilla melebar, pipinya merona merah. Ia dengan takut-takut melihat pemuda tersebut.

Thanks Shill. Lo udah bikin kita berdua malu,” bisik Sivia masih tetap menunduk. Shilla nyengir tanpa dosa.

“Gue Cakka. Cakka Kawekas Nuraga. Yang sering dipanggil Justin, padahal gue nggak suka sama Justin. Gue sukanya sama John Mayer.,” ujar Cakka kalem. Ia lalu menyodorkan tangannya, berharap salah satu dari mereka membalas. Ternyata Sivia yang membalasnya pertama.

“Gue Sivia. Sivia Azizah.,”

“Ify. Alyssa Saufika Umari.,” Cakka menyernyit heran. “Jangan tanya alesannya, please.,” lanjut Ify sambil memutar bola matanya. Ify dan Sivia menunggu, ternyata Shilla masih belum menyambut uluran tangan Cakka.

“Udah… cepetan kenalan. Kan elo yang minta dikenalin. Sekarang giliran pas kenalan lo kicep.,” semprot Sivia jutek. Shilla masih menunduk, sambil memainkan jari-jarinya yang bertautan. Cakka mengambil tangan kanan Shilla dan menyalaminya.

“Gue nggak akan lepasin sebelum lo sebutin nama lo.,” ucap Cakka lembut. Dan err—menggoda? Shilla langsung tersipu.

“Shilla. Ashilla Zahrantiara.,” kata Shilla pelan, tapi cukup terdengar oleh Cakka. Cakka langsung melepaskan jabatannya.

So, Ashilla. Lo yang duduk di bangku penumpang itu ‘kan?” pertanyaan Cakka membuat Shilla menegang. Mampus dah, mana dia nggak bawa uang banyak juga.

“Ehhh… Cak—”
“Jangan panggil gue Cak. Gue bukan kesenian tradisional. Kka aja, oke!” potong Cakka cepat disertai senyum. Ify langsung kicep.

“Eh iya, maaf banget ya, Kka. Shilla nggak sengaja, kok.,” Shilla mengangguk-anggukan kepalanya tanda setuju.

“Gue minta ganti rugi.,” todong Cakka cepat. Mata Shilla melebar, gelagapan. Sivia dan Ify juga ikut gelagapan.

“Gue lagi nggak bawa duit sekarang. Mau makan disini aja gue minta bayarin Ify. Ya ‘kan, Fy?” tanya Shilla, sedetik Ify melotot tapi dibalas dengan pelototan lagi oleh Shilla. Seakan baru mengerti, Ify lalu mengangguk-anggukan kepalanya setuju.

“Tenang aja, ganti ruginya nggak susah-susah kok.,” Shilla menyernyit. “Kalian temenin gue makan aja. Tapi kalian patungan buat bayarin makanan gue, oke!” ucap Cakka lalu menyeringai. Shilla, Ify dan Sivia saling pandang. Akhirnya mereka setuju-setuju saja, lalu masuk ke café.

Keempatnya lalu masuk ke café disertai canda tawa. Ternyata Cakka sama sekali nggak jaim. Justru sebaliknya, dia cool, kalem dan seru. Sivia dan Ify beruntung bisa kenalan dengan Cakka. Mereka berdua justru sangat berterimakasih pada Shilla. Itu sih namanya, sekali dayung dua tiga pulau terlewati. Sambil menyelam minum air juga. Walau keliatannya nggak nyambung, yang penting intinya begitu deh.

“Kalian kan sering nonton basket, kok nggak tau nama gue?” Ify dan Sivia cuma bisa mesem-mesem.

***

Ini part 2nya guys. hehe sori ngaco abis ya. oya perihal Cafe The Red. seperti yang udah aku jelasin dulu, kalo itu hanya imajinasi aku aja. Kalopun ada aku gak tau dimana dan kalo belom ada, dibikin pasti keren banget! dan itu pasti jadi destinasi awalku haha. oke follow my twitter @Lysaafeb or add : Lysa Keyness Hutcherson . Thank u 

Next Part --> 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS