DUA
Shilla
memang nggak pernah janji mau ikut nonton pertandingan basket besok. Bahkan
sekarang Shilla sedang membuat popcorn dan mengambil beberapa cemilan lain
untuknya nanti nonton bola. Papanya sih, katanya mau ikut nonton bola. Tapi
Shilla tahu Papa nggak akan kuat membuka mata sampai jam 3 pagi. Kecuali untuk
masalah pekerjaan.
Shilla
sendiri mulai merutuki ke-addict-annya pada sepak bola. Gara-gara cowok itu,
dia jadi suka banget sama bola. Dulu Shilla sih, memang udah suka. Tapi itu
semata-mata karena pemainnya ganteng-ganteng. Apalagi Ozil, Adam Johnson, Chicharito,
David Villa dan Kaka. Tapi sekarang, Shilla lebih menyukai teknik-teknik
permainan itu. Gol gol cantik dari jarak dekat atau jarak jauh.
Dulu Shilla
juga sering menonton cowoknya main futsal. Cowok itu selalu mengabaikan
keberadaan Shilla kalau dia sudah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
bola. Entah itu nonton, main atau sekedar ngomongin. Tapi Shilla nggak pernah
keberatan. Malah akhirnya dia ikut-ikutan jadi Soccer Addict.
“Shill! Ify
telepon, nih!” teriak Mama dari arah ruang tamu. Shilla berdecak. Buat apa sih
sobatnya itu telepon ke rumah. Emang Shilla nggak punya hape, apa?!
“Halo…”
“SHILLAAAA!!!”
Shilla menjauhkan gagang telepon dari telinganya.
“Apaan, sih?
Lo ngapain nelepon ke sini? Emang gue nggak punya hape, apa?!” semprot Shilla
galak. Ify diseberang menggeram tertahan.
“Gue udah
miscall elo hampir 20 kali! Tapi nggak diangkat! Jadi elo punya hape buat
apaaaa??!!” balas Ify kesal. Shilla mengeluarkan ponselnya dari kantong celana
pendek yang ia kenakan. Ify memang meneleponnya 18 kali. Shilla baru sadar
kalau dia men-silent ponselnya.
“Hehe… sori,
Fy. Hape gue di-silent. Abis tadi gue lagi bikin popcorn.,” ucap Shilla kikuk. Ify
berdecak, tapi kemudian ia menghela napas.
“Lo mau
nonton bola malem ini?” tanya Ify pelan.
“Tentu aja,”
jawab Shilla enteng. Ify kembali berdecak.
“Jam
berapa?”
“Jam 1
dinihari nanti. Kenapa sih?” tanya Shilla heran.
“Nggak. Lo
nggak boleh nonton bola pagi-pagi buta begitu! Inget kan, besok kita mau ke GOR
Perjuangan buat nonton basket.,” tukas Ify dengan nada keras. Tanda Ify nggak
mau dibantah. Shilla menyernyit.
“Apaan, sih.
Gue nggak mau. Gue mau nonton bola!” semprot Shilla galak. Sekarang masih jam
setengah 11 dan dia belum ada tanda-tanda ingin memejamkan matanya dan
meninggalkan super big match itu.
“Oke, oke.
Lo boleh nonton bola. Tapi, besok gue sama Via bakal ke rumah lo. Lo harus ikut
kita nonton basket, titik!” ucap Ify lalu memutuskan sambungan telepon secara
sepihak. Shilla jadi geram.
Mama aja
nggak larang-larang gue kok. batin Shilla keki. Tapi dia tahu, Via dan Ify
pasti ke rumahnya besok. Plus nggak bakal segan-segan bangunin Shilla dengan
cara apapun. Lagipula, Via sama Ify tuh nggak penting banget. Buat apa ngajak
Shilla kalau toh cewek itu bakal tidur di tribun penonton bukannya nonton.
***
Shilla
mengerang pelan. Dia lupa mengunci pintu kamarnya karena habis nonton bola,
ternyata dia jadi ngantuk parah. Shilla baru bisa tidur sekitar jam 3 lewat 15
setelah nonton bola. Untung saja sekarang hari libur. Tapi tetap aja, Shilla
nggak bisa bangun siang-siang. Siapa lagi kalau bukan karena Ify dan Via?
Kedua
sahabatnya itu sedang berusaha keras membangunkan Shilla yang tengah tidur
dengan pulasnya. Padahal suara cempreng Sivia, yang dikenal menggelegar dan
bisa bikin pengang ternyata cuma isu. Eh, nggak isu juga, sih. Shilla memang
nggak se-centi pun beranjak dari kasurnya. Tapi dia sebenarnya sudah bangun.
“SHILLAAAAA!!!!
KALO NGGAK BANGUN LO GUE SIRAM YAAA!!” teriak Sivia frustasi. Mamanya Shilla
nggak akan marah walau ada kegaduhan macam itu. Jelas lah, Ify dan Sivia udah
sangat dikenal oleh Mama. Dan Papa juga kebetulan kerja setengah hari untuk
menghadiri rapat tahunan.
“Apaan,
siihhh.. gue baru tidur jam 3 tadi. Please jangan bangunin gue.,” ucap Shilla
lemah. Ify mendengus pelan. Sivia terdiam.
“Lo bangun
dehh. Nanti lo boleh tidur kok di mobil gue.,” kata Ify pelan. Sivia mengurut
keningnya pelan. teriak-teriak bikin dia jadi pusing.
“Kalian
ngapain ngajak gue, sih? Toh ujung-ujungnya gue nggak bakal nonton. Pasti gue
tidur nanti disana,” Ify tersenyum. Berusaha menahan tawanya. Mana mungkin
tidur di tribun. Shilla itu pelor. Tempel molor. Tapi kalo nggak ada bantal, ya
dia nggak akan bisa tidur. Ify hapal betul hal itu.
“Lo nggak
bakal bisa tidur, deh. Disana nggak ada bantal.,” tukas Sivia sambil mengguncang-guncang
tubuh Shilla.
“Gue kan
bisa pake paha elo, Vi,” timpal Shilla tanpa disaring. Sivia menoyor Shilla.
“Sembarangan!”
sedangkan Ify gantian mengurut dahinya. Ia melirik jam tangannya, masih ada
waktu 45 menit lagi sebelum pertandingan dimulai. Perjalanan sekitar 20 menit.
“Ayolah,
please Shill… nanti gue kasih tau rahasia. Rahasia kenapa pertandingan ini tuh
banyak yang nonton!” ucap Ify dengan nada yang bisa bikin Shilla kepo. Shilla
sebenarnya malas banget bangun, tapi dia sudah terlanjur kepo.
“Emang ada
apaan, Fy?” tanya Shilla pelan.
“Makanya,
elo mandi dulu. Gue jelasin se detail-detailnya di mobil nanti,” jawab Ify
dengan senyuman misterius. Mau nggak mau Shilla bangun juga.
Setelah
Shilla mandi, lalu berdandan ala kadarnya, ia langsung berpamitan pada Mama dan
duduk di bangku belakang mobil Ify. Shilla nggak bisa tidur lagi. Padahal Ify
sudah membiarkan dia kalau ingin tidur di mobilnya. Ify juga sengaja menyiapkan
bantal bergambar emoticon untuk Shilla.
Tapi cewek
itu sudah betul-betul kepingin tahu. Lebay sih. Tapi itulah Shilla. Kadang
walau dia gengsi, ternyata keingintahuannya yang besar itu mengalahkan
kegengsiannya dengan mudah.
“Emang ada
apaan sih, Fy?” tanya Shilla tanpa bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Ify
tersenyum, lalu melihat Shilla dari spion tengah mobilnya.
“Kasih tau
tuh, Vi.,” tukas Ify sambil terkekeh. Sivia tersenyum misterius ke arah Shilla.
***
Shilla jadi
penasaran bukan main. Terima kasih untuk Sivia dan Ify yang sekarang berhasil
membawa Shilla masuk GOR tanpa harus menyeretnya. Shilla sekarang tengah duduk
di tribun penonton paling depan, di belakang cheerleaders yang baru akan
memulai aksinya sebelum para pemain keluar dari ruang ganti.
Hari ini
penonton memang sangat ramai. Tapi nggak sampai memenuhi seluruh tribun. Tribun
depan juga kosong. Alasannya simple, yang biasanya nonton basket pasti nggak
ingin kena muntahan bola dari dalam. Kecuali Shilla, yang memang nggak pernah
nonton pertandingan basket.
“Mana
orangnya?!” tanya Shilla sambil celingukan. Ify senang akhirnya Shilla excited
juga dengan para pemain basket. Dalam hati Ify tertawa iblis.
“Sabar,
Shill. Cheers-nya juga masih tampil kok. Bentar lagi mereka keluar.,” jawab
Sivia lalu membuka tutup kaleng coke-nya. Ia lalu memberikan 2 buah coke lain
ke Shilla dan Ify.
“Tuh! Pemain
club Rajawali keluar!” teriak Ify cukup kencang. Tapi yang mendengar cuma
deretan Shilla, Via dan sampingnya karena kehebohan dari penonton lain. Shilla
memperhatikan satu-satu wajah pemain yang baru saja keluar dari ruang ganti
tersebut.
“Lawannya
club MBBC!” tukas Sivia semangat. Shilla menyernyit bingung. Sementara Ify
mulai sadar akan kebingungan Shilla.
“Orangnya
ada di club Rajawali bernomor punggung 9. Sekarang dia nggak jadi starter karena kemarin sempet cidera. Sekarang
dia lagi ada di bangku cadangan. Biasanya dia bakal maen di quarter kedua atau ketiga. Tergantung
skor yang diperoleh Rajawali.,” jelas Ify lalu meminum coke-nya sedikit.
“Kalo
Rajawali ketinggalan poin, tu cowok pasti turun. Soalnya dia emang alien
banget. Posisinya sekarang sebagai forward,
yang ada di depan. Sedangkan temennya, yang bernomor punggung 6 sebagai assist. Posisinya di center.,” kini Sivia yang menjelaskan.
Shilla semakin bingung. Dia memang buta soal basket.
Shilla nggak
ngerti dengan center, forward, quarter, time-out, atau apalah itu namanya. Yang
dia tahu cuma assist, mid-fielder, keeper, back, striker dan yang berhubungan
dengan bola. Bukan basket.
Setelah
berdoa dan bernyanyi Indonesia Raya—Shilla sempat geli juga. Pertandingan biasa
tapi masih tetep nyanyi lagu kebangsaan, wasit langsung melempar bola di
tengah-tengah kedua kapten dan keduanya langsung lompat untuk meraih bola
tersebut.
Baru
beberapa menit pertandingan berlangsung, Shilla langsung terkagum-kagum. Selain
karena pemainnya ganteng-ganteng dan tinggi—cocok sama tipe cowok
Shilla—ternyata permainan ini super keren! Strategi dan teknik, juga
style-style keren yang baru kali ini Shilla perhatikan dengan jelas benar-benar
keren!
Shilla jadi
ikut teriak-teriak bersama Ify dan Sivia. Sama-sama menyemangati Rajawali
karena mereka punya pemain-pemain yang tampang dan skill-nya klop. Bukan hanya
ganteng, mereka baik dan nggak sombong. Apalagi rata-rata pemainnya sudah
pernah sparing lawan LAKERS.
Quarter
pertama sudah selesai. Disertai dengan 2 time-out dari MBBC dan Rajawali.
Cheerleaders pun kembali ke lapangan basket lalu kembali berlenggok di
tengah-tengah lapangan. Shilla nggak begitu suka dengan para cheerleaders
tersebut. Dari dulu dia emang nggak pernah suka cheers.
Selain
karena pakaiannya yang minim, Shilla paling geli dengan cewek genit dan
memainkan pom-pom. Gerakan-gerakan yang nggak jelas, walau kadang kalau mereka
melakukan trik dan style lumayan keren juga. Tetap aja Shilla nggak suka.
“Quarter
kedua! Kita liat apa tu cowok udah bisa maen atau belom,” ucap Ify sambil harap-harap cemas. Ify menjulurkan
lehernya panjang-panjang.
“ITU SHILL!!
SHILLA!!!!! ITU ORANGNYA !! MIRIP KAN? KAN ? KAAAAAANNNNNNNNN???” teriak Sivia
dan Ify berbarengan. Shilla langsung berdiri sampai naik-naik ke atas tribun.
Padahal dia sudah berada di paling depan. Ia melihat cowok bertubuh atletis
dengan nomor punggung 9 tanpa nama. Shilla belum bisa melihat dengan jelas
mukanya.
Cowok itu
stretching sebentar, lalu berlari kecil masuk lapangan. Tak lupa diiringi tepuk
tangan riuh serta teriakan-teriakan memekakkan telinga. Shilla
mengerjap-ngerjapkan matanya sejenak. Sebelum…
“KYAAAAAA!!!!!!!!!
MIRIP BANGEEEEETTTTTT!!!!” teriak Shilla histeris. Dia sendiri jadi sweatdrop.
“JUSTIIINNNNNNNN!!!!!”
teriak seluruh penonton termasuk Sivia dan Ify. Shilla juga ikut-ikutan
meneriakan nama ‘Justin’.
Cowok
bernomor punggung 9 itu, tidak pernah ada yang mengetahui namanya kecuali
anak-anak cowok yang malas meneriakkan namanya, atau teman-teman dekatnya.
Makanya, orang-orang suka manggil dia dengan sebutan ‘Justin’. Karena emang dia
mirip banget dengan pelantun tembang ‘Baby’ tersebut.
Setelah
beberapa menit pertandingan, cowok itu semakin kelihatan mirip dengan Justin.
Benar-benar pantas jadi top scorer dan best player of the game! Tembakannya
rata-rata 3 point shot, kadang-kadang dia melakukan nombok (slam dunk), kadang
juga dia melakukan trik dibantu dengan partner abadinya yang bernomor punggung
6.
Tapi… Shilla
merasa tidak asing dengan cowok itu. Perasaan ingin tahu menyergapnya.
Shilla jadi
suka banget sama tu cowok setelah Rajawali minta time-out, dia langsung
bertepuk tangan sambil tersenyum pada seluruh jajaran penonton. Dia lalu
membungkuk dalam-dalam.
“Biasanya
kalo dia udah bungkuk-bungkuk begitu, dia udah nggak bisa maen lagi. Mungkin
cideranya kambuh. Lagipula, poin Rajawali udah jauh.,” ucap Sivia pundung. Ify
dan Shilla juga ikut pundung. Padahal Shilla begitu terpukau dengan cowok itu.
“Abis main
biasanya dia salam-salamin sama temen cowoknya di tribun penonton ‘kan?” tanya
Shilla pada kedua sohibnya. Ify dan Sivia mengangguk. “Kalo gitu, kalian ajak
kenalan aja!” tukas Shilla sumringah. Ify meringis.
Shilla sih
enak tinggal ngomong. Kalau melakukan segampang ngomong, Ify dari dulu pasti
udah dekat dengan tu cowok. Ify dan Sivia ‘kan bukan sekali dua kali nonton
pertandingan basket. Tapi berkali-kali! Ify dan Sivia juga pernah beberapa kali
ketemu di Mal atau bioskop.
“Lo enak
tinggal ngomong!” hardik Sivia galak. Shilla mengerucutkan bibirnya.
“Kalian
gimana sih? Kalian ‘kan yang bilang, siapa tau aja gue kecantol ama anak
basket. Sekarang gue udah kecantol ama tu orang, kalian nggak mau bantuin
gue.,” sunggut Shilla lalu menunduk. Ify dan Sivia jadi nggak enak juga.
Yang dikatakan
Shilla ada benarnya. Salahkan Ify dan Sivia yang maksa-maksa Shilla untuk
nonton. Kalau sudah begini, Shilla bakal terus penasaran. Ujung-ujungnya dia
bakal ngambek sama mereka berdua. Ify menelan ludah susah payah.
“Lo aja deh
yang kenalaaan.. ‘kan biar lo lebih dikenal sama dia. Kita nemenin aja ya,”
kata Sivia berkilah. Shilla makin manyun.
“Nggak mau.
Gue malu, tau. Gue kan nggak pernah nonton basket. Kalo kalian ‘kan udah
sering. Pasti dia juga udah sering liat kalian di tribun penonton. Ya ‘kan?”
balas Shilla telak. Kini gantian Sivia yang meringis.
“Emm.. liat
nanti aja, ya.,” timpal Ify takut-takut. Shilla mendengus. Padahal dia udah
ngebet pengin kenalan sama si ‘Justin’.
Selesai
pertandingan. Cowok yang mirip ‘Justin’ itu nggak main lagi. Dia langsung masuk
ruang ganti tanpa salam-salaman ke tribun penonton. Rajawali memang menang
telak. Mungkin tu cowok malas kali ya. Cidera tulang kering yang dialaminya
mungkin lagi kambuh parah. Dan dia lagi capek juga.
Ify dan
Sivia juga bilang, 2 hari lalu dia main tanpa pergantian. Mungkin hanya 1 atau
2 kali ganti karena Rajawali hampir kalah melawan Ax’l. Jadi sekarang dia nggak
begitu diforsir.
Shilla, Ify
dan Sivia keluar lebih awal untuk menghindari kerusuhan di jalan keluar. Shilla
juga jadi pundung dan males ngomong sama Ify dan Sivia selesai keluar dari
arena. Kini, Ify dan Sivia diliputi rasa bersalah.
“BETE! Tau
gini gue nggak usah ikut! Mending gue tidur di rumah sambil mimpiin abang
Bieber!” tukas Shilla sambil membenamkan wajahnya di bantal emoticon Ify.
Sekarang mereka sudah masuk ke dalam mobil.
“Sorry,
Shill. Lo kan liat tadi dia nggak ke tribun penonton.,” bela Ify sambil
men-starter mobilnya. Shilla mendengus kesal.
“Tapi kan
tetep aja gue kesel. Jadi sia-sia suara emas gue terbuang demi neriakin dia!”
Shilla masih sibuk ngedumel. Sementara Sivia menggeleng-geleng frustasi.
“Yaudah,
mending sekarang kita makan dulu. Udah siang juga nih,” ucap Sivia memberi
saran. Shilla diam saja. Ify tahu maksud keterdiaman Shilla itu.
“Makan
dimana? Café The Red?” tanya Ify kalem. Shilla membelalak. Café itu, adalah
café yang paling Shilla suka. Tapi Shilla belum pernah dapat kesempatan
berkunjung kesana. The Red, adalah café yang suasananya Taylor Swift banget.
Jadi seperti museum Taylor Swift, deh.
Dinding café
tersebut dilapisi berbagai macam berita tentang Taylor Swift. Foto-foto Taylor
Swift dan prestasi yang telah diraih Taylor Swift. Dan otomatis, lagu-lagu yang
diputar ya lagunya Taylor Swift juga. Walau kadang para pelanggan boleh request
lagu sesuai selera mereka.
Namanya juga
café The Red. Rata-rata warna mejanya dan kursinya merah cerah, merah marun,
atau merah agak pink. Tapi temboknya nggak di cat berwarna merah. Tapi dibuat
sedemikian rupa agar membentuk koran yang semua beritanya tentang Taylor Swift.
Ify
benar-benar mengerti Shilla.
“Kurangajar
emang lo, Fy!” hardik Shilla, lalu tersenyum.
***
Sesampainya
di café The Red, Ify memarkirkan mobilnya di samping mobil Land Cruiser
berwarna hitam. Sebenarnya Ify malas parkir disebelah mobil tersebut. Mobilnya
yang kecil merasa terintimidasi. Tapi tidak ada tempat lain, lagipula Shilla
sudah langsung membuka pintu setelah Ify menarik rem tangannya.
“Shilla,
jangan dibuka lebar-lebar. Ntar mentok sama mobil disamping!” tegur Ify, yang
pastinya nggak akan dipedulikan oleh Shilla yang lagi ngambek.
“Bodo!”
Dukkk….
Shilla
menegang. Ify panik. Sivia mangap. Baru juga diomong, pintu mobil Ify langsung
bersinggungan dengan mobil disebelahnya. Shilla langsung menutup kembali mobil
tersebut. Sivia menengadah, melihat apakah Land Cruiser tersebut berpemilik
atau tidak.
Sivia
langsung panik. “FY GAWAT FY! ADA ORANGNYA!!!!” Ify langsung menoleh ke arah
mobil tersebut, dan pintu mobil Land Cruiser tersebut pun terbuka. Menampilkan
seorang pemuda dengan kacamata hitam dan topi NY-nya. Pemuda tersebut mengecek
pintu mobil penumpang sebelah kanannya, yang baru saja bersinggungan dengan
pintu mobil Ify.
Pemuda
tersebut berdecak, lalu membungkuk ke arah pintu penumpang mobil Ify, tepat
dimana Shilla duduk. Ia lalu mengetuk-ngetuk kaca mobil tersebut. Ify, Shilla
dan Sivia sontak berteriak. Dasar cewek.
Ketiganya
menutup mata, sementara pemuda itu terus mengetuk kaca mobil Ify dengan gusar.
“WOY!!
Keluar woy! Tanggung jawab lo!!” hardik pemuda tersebut gusar. Shilla yang
pertama membuka mata. Ia menatap takut-takut pemuda tersebut.
“Fy, mending
kita keluar, yuk. Lama-lama gue jadi laper. Mending damai aja, deh, sama tu
orang.,” kata Shilla takut-takut. Ia lalu keluar lewat pintu disebelahnya.
Disusul Ify dan Sivia yang keluar sambil menunduk.
“Ck. Dasar
cewek.,” tukas pemuda tersebut lalu melepas kacamata hitam dan topinya. Ify dan
Sivia menengadah, sedangkan Shilla bersembunyi dibelakang sohib-sohibnya.
“Fy,
itukan…” Sivia menyenggol-nyenggol pinggang Ify gusar. Ify hanya bisa menatap
pemuda tersebut tanpa berkedip.
“Shill..,”
“Iya.. maaf
ya, Mas. Saya tadi lagi emosi gara-gara temen saya nggak mau ngenalin sama
pemain basket Rajawali yang dipanggil Justin ituloh..,” ucap Shilla sambil
terus bersembunyi dan menutup matanya. Pemuda tersebut terkekeh, hampir
menyemburkan tawanya. Ify dan Sivia langsung menutupi wajah mereka dengan
tangan, malu dengan curhat colongan Shilla.
“Kamu mau
kenalan sama saya?” tanya pemuda tersebut kalem. Mata Shilla melebar, pipinya merona
merah. Ia dengan takut-takut melihat pemuda tersebut.
“Thanks
Shill. Lo udah bikin kita berdua malu,” bisik Sivia masih tetap menunduk.
Shilla nyengir tanpa dosa.
“Gue Cakka.
Cakka Kawekas Nuraga. Yang sering dipanggil Justin, padahal gue nggak suka sama
Justin. Gue sukanya sama John Mayer.,” ujar Cakka kalem. Ia lalu menyodorkan
tangannya, berharap salah satu dari mereka membalas. Ternyata Sivia yang
membalasnya pertama.
“Gue Sivia.
Sivia Azizah.,”
“Ify. Alyssa
Saufika Umari.,” Cakka menyernyit heran. “Jangan tanya alesannya, please.,”
lanjut Ify sambil memutar bola matanya. Ify dan Sivia menunggu, ternyata Shilla
masih belum menyambut uluran tangan Cakka.
“Udah…
cepetan kenalan. Kan elo yang minta dikenalin. Sekarang giliran pas kenalan lo
kicep.,” semprot Sivia jutek. Shilla masih menunduk, sambil memainkan
jari-jarinya yang bertautan. Cakka mengambil tangan kanan Shilla dan
menyalaminya.
“Gue nggak
akan lepasin sebelum lo sebutin nama lo.,” ucap Cakka lembut. Dan err—menggoda?
Shilla langsung tersipu.
“Shilla.
Ashilla Zahrantiara.,” kata Shilla pelan, tapi cukup terdengar oleh Cakka.
Cakka langsung melepaskan jabatannya.
“So,
Ashilla. Lo yang duduk di bangku penumpang itu ‘kan?” pertanyaan Cakka membuat
Shilla menegang. Mampus dah, mana dia nggak bawa uang banyak juga.
“Ehhh… Cak—”
“Jangan
panggil gue Cak. Gue bukan kesenian tradisional. Kka aja, oke!” potong Cakka cepat disertai senyum. Ify langsung kicep.
“Eh iya,
maaf banget ya, Kka. Shilla nggak sengaja, kok.,” Shilla mengangguk-anggukan
kepalanya tanda setuju.
“Gue minta
ganti rugi.,” todong Cakka cepat. Mata Shilla melebar, gelagapan. Sivia dan Ify
juga ikut gelagapan.
“Gue lagi
nggak bawa duit sekarang. Mau makan disini aja gue minta bayarin Ify. Ya ‘kan,
Fy?” tanya Shilla, sedetik Ify melotot tapi dibalas dengan pelototan lagi oleh
Shilla. Seakan baru mengerti, Ify lalu mengangguk-anggukan kepalanya setuju.
“Tenang aja,
ganti ruginya nggak susah-susah kok.,” Shilla menyernyit. “Kalian temenin gue
makan aja. Tapi kalian patungan buat bayarin makanan gue, oke!” ucap Cakka lalu
menyeringai. Shilla, Ify dan Sivia saling pandang. Akhirnya mereka
setuju-setuju saja, lalu masuk ke café.
Keempatnya
lalu masuk ke café disertai canda tawa. Ternyata Cakka sama sekali nggak jaim.
Justru sebaliknya, dia cool, kalem dan seru. Sivia dan Ify beruntung bisa
kenalan dengan Cakka. Mereka berdua justru sangat berterimakasih pada Shilla.
Itu sih namanya, sekali dayung dua tiga pulau terlewati. Sambil menyelam minum
air juga. Walau keliatannya nggak nyambung, yang penting intinya begitu deh.
“Kalian kan
sering nonton basket, kok nggak tau nama gue?” Ify dan Sivia cuma bisa
mesem-mesem.
***
Ini part 2nya guys. hehe sori ngaco abis ya. oya perihal Cafe The Red. seperti yang udah aku jelasin dulu, kalo itu hanya imajinasi aku aja. Kalopun ada aku gak tau dimana dan kalo belom ada, dibikin pasti keren banget! dan itu pasti jadi destinasi awalku haha. oke follow my twitter @Lysaafeb or add : Lysa Keyness Hutcherson . Thank u
Next Part -->
Next Part -->
Tidak ada komentar:
Posting Komentar